THE ANGEL SAVIOR (Part 1)

Namaku Ohanami. Ibu dan Ayahku tinggal di Indonesia. Ayahku berdarah  Jepang, sedangkan Ibuku, Angelina berdarah Indonesia. Wajahku lebih beroriental ke Jepang meskipun Ibuku adalah orang Indonesia. Kebanyakan orang mengatakan bahwa aku terlebih mengikuti gen Ayahku, Takashimura.

Aku seseorang siswi dari SMK 1 Okinawa University. Ya, itu nama sekolahku. Aku tinggal di Okinawa. Ya begitulah… Okinawa adalah tempat kelahiran Ayahku.  Jarak rumah dari sekolahku begitu dekat. Aku tak butuh kendaraan untuk tiba ke sekolah. Tentu saja aku bisa berjalan kaki dengan waktu 10 menit untuk tiba ke sekolahku itu.

Hari ini adalah hari Senin. Hari dimana adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan di hari minggu. Kali ini aku mendapatkan tugas untuk magang di salah satu perindustrian yang berada di Tokyo. Dan tentu saja kali ini aku sangat membutuhkan kendaraan untuk tiba disana. Jarak rumahku yang berada di Okinawa membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di Tokyo.

Aku menggunakan mobil berwarna biru muda mengkilap. Ini adalah mobil pemberian Ayahku ketika aku berulang tahun pada umur yang ke-16 tahun. Ya, tepatnya pada tahun lalu. Hari ini aku juga mengenakan rok mini berwarna hitam, baju lengan pendek berwarna biru muda serta dengan rambutku yang terurai indah. Aku selalu merasa percaya diri dengan gayaku yang natural ini.

Aku pun mulai mengendarai mobilku dari Okinawa menuju ke Tokyo. Aku sangat menikmati perjalanan yang indah ini. Dengan alunan lagu kesukaanku “If You’re Not The One”. Oh tidak, lebih tepatnya itu adalah lagu kesukaan Kenzie, sahabat sekaligus cinta pertamaku. Tapi entah mengapa, lama kelamaan aku jadi menyukai lagu ini. Dan aku pun telah menjadikan lagu ini menjadi salah satu lagu favorit dalam playlistku.

Perjalanan telah berlangsung lama. Dan akhirnya aku pun tiba di Tokyo. Ya tepat pada tempat yang aku tuju. Aku segera memarkirkan kendaraan kesayanganku ini. Aku langsung beranjak keluar dari mobil menuju lobi. Semua mata tertuju padaku. Aku tertegun heran.

“Ada apa kok mereka ngeliatin aku kaya gitu?” batinku sesaat.

“Konnichiwa” sapa salah seorang pekerja disini. Atau, lebih tepatnya dia adalah seorang bodyguard. Aku melihat kartu nama yang tergantung dilehernya. Wah tatanan wajahnya begitu menyeramkan.

“Konnichiwa” balasku tersenyum. “Sorry, ruang kerja Mr.Kioshi Kin dimana?”

“Mari Nona saya antar”

“Arigatou”

Aku pun mengikuti jejak langkah bodyguard ini. Ia mengantarku hingga tiba di ruang kerja Mr.Kin. Mungkin karna dia tau kalau aku adalah karyawan yang akan magang selama 3 bulan di perindustrian ini. Entah perindustrian apa, aku tidak tahu. Dari awal tak ada yang memberitahuku. Dan aku pun sama sekali tidak menanyakannya. Menurutku, tidak begitu penting.

“Mr.Kin, ada yang ingin bertemu Anda” ujar bodyguard yang menyeramkan ini dengan suara beratnya.
“Suruh dia masuk” jawab Mr.Kin dengan lantang.

Aku yang sedari tadi berdiri di depan pintu pun segera melangkahkan kaki untuk masuk ke ruangannya. Aku menebarkan pandangan ke daerah sekitar. Ruangan ini penuh dengan hiasan senjata. Sekilas aku berfikir, ”Apa hubungannya senjata dengan tempat ini? Aneh! Sangat menyeramkan. Atau jangan-jangan…”
“Ohanami?” sapa Mr.Kin dengan membuyarkan pikiranku.

“Iya saya Ohanami. Panggil saja Hana” jelasku.

“Baiklah. Selamat datang di Perindustrian Pistol, semoga kau senang bekerja disini. Ruanganmu berada di samping lobi utama”

“Hah? Pistol? Kok pistol sih? Kenapa aku di magangin disini? Gila benar-benar gila. Pantesan saja hiasan ruangan yang aku jajaki penuh dengan pistol!” gerutuku dalam hati.

Tanpa berkata apapun aku langsung melangkah menuju keluar ruangan. Aku sempat melihat Mr.Kin yang heran dengan gerak-gerikku. Tapi aku tak menghiraukannya. Aku berjalan menelusuri lobi samping menuju ruang kerjaku yang berada di samping lobi utama. Ternyata tempat ini sangat banyak lobinya. Aku saja sempat bingung untuk menjajaki lobi ini.

“Hana, tunggu!!” teriak Mr.Kin yang ternyata sedari tadi mengikuti langkahku dari belakang.
“Iya” aku membalikkan tubuh. “Oh Mr.Kin ada apa?”

“Tidak. Aku hanya mengikutimu, takut saja kalau sampai kau tersesat. Disini sangat banyak lobi-lobi yang jika kau salah melewati, kau akan bingung nantinya”

“Oh terimakasih Mr.Kin atas perhatiannya”

“Panggil saja aku Kin. Biar kedengarannya lebih akrab”

“Kau tidak keberatan? Kau kan seorang bos disini”

“Tidak”

“Baiklah”

“Aku antar ke ruanganmu bagaimana?”

“Dengan senang hati”

Aku pun melanjutkan perjalananku dengan Kioshi Kin. Atau lebih akrab, Kin. Entah kenapa bos aku yang bernama Kin itu dapat berteman akrab denganku begitu saja. Aku juga heran. Feeling aku sih, sepertinya dia menyukaiku. Ya, begitulah.

“Ini ruanganmu” Kin membukakan pintu ruangan kerja ini untukku. Aku langsung menebarkan pandangan.
“Sangat penuh dengan pistol”

“Iya namanya saja Perindustrian Pistol, nanti disini kau akan diajarkan oleh Kenzie bagaimana cara menembak dan membuat pistol. Dia sudah ahli. Nanti akan aku perkenalkan kau dengannya” jelas Kin padaku.

“Kenzie??” tanyaku menyelidiki.

“Iya, kenapa dengannya? Apa kau mengenalnya?”

“Oh tidak. Aku cuma beranggapan bahwa namanya sudah tidak asing lagi bagiku”

Kin menghampiri telfon yang berada diruangan kerjaku seraya menekan nomor telfon yang ingin dia hubungi. Entah nomor siapa aku juga kurang tahu.

“Konnichiwa Kyoko Hiromasa Kenzie. Oke segera kau datang ke ruangan kerja disamping lobi utama. Ada orang yang ingin aku perkenalkan padamu” terdengar ucapan Kin di telfon.

“Kyoko Hiromasa Kenzie?? Tak salah lagi. Ya, aku benar-benar mengenal nama itu. Apa benar dia ada disini?” dugaku dalam hati.

Sekitar 5 menit, Kenzie pun tiba diruangan kerjaku.

“Konnichiwa” sapa Ken.

“Konnichiwa” balasku dan Kin.

“Oke Ken, kenalin ini seorang siswi yang akan magang di perusahaan kita selama 3 bulan. Dan kau aku intruksikan untuk mengajarinya membuat pistol dan juga mengajarinya menembak dengan baik dan benar”

“Baik Mr.Kin”

“Oke aku tinggal” Mr.Kin meninggalkan ruangan ini dengan langkah kecil.

“Aku Kyoko Hiromasa Kenzie. Panggil saja Ken” ujar Ken dengan mengulurkan tangannya untukku.

“Aku Ohanami. Panggil saja Hana” balasku mengulurkan tangan juga. “Aku seperti mengenalmu” ucapku refleks.

“Sepertinya aku juga merasakan hal yang sama” balas Ken.

“Namamu mengingatkanku pada cinta pertamaku sewaktuku kecil. Jelas aku tak ingat lagi wajahnya semenjak dia pindah ke Inggris”

“Kau??” ujarnya sembari memelukku dengan erat. “Ternyata kita dipertemukan disini. Ternyata kau Ohanami yang selama ini aku cari. Kau cinta pertamaku” sambungnya lagi dengan nada terlalu bersemangat.

“Benarkah? Adakah hal yang bisa membuatku percaya padamu?” tanyaku menyelidiki.

“Tentu saja. Sini ikut aku” melepaskan pelukannya, namun memegang tanganku dengan erat menuju keruangan kerja milik Ken.

“Kau masih ingat ini?” Ken menampakkan jam tangan pemberianku yang dia letakkan rapi di dalam laci meja kerjanya.

“Kau masih menyimpannya??” ujarku senang dengan menebarkan senyuman yang indah.

“Tentu saja”

“Sekarang aku yakin kalau ternyata kau adalah Ken yang selama ini aku cari”

“Tunggu masih ada satu hal lagi”

“Apa itu Ken?”

“Lihat ini” Ken menyodorkan foto yang dia keluarkan dari dompetnya
.
“Ah kau masih saja menyimpan foto mesra kita dulu” ujarku dengan tersipu malu.

“Nah apakah kau masih menyimpan foto kita ini?” tanya Ken menyelidiki.

“Tentu saja masih. Fotonya aku bingkai dan aku letakkan di dalam mobilku. Sebagai hiasan terindah”

“Boleh aku melihatnya nanti?”

“Tentu saja” jawabku enteng.

“Baiklah. Sekarang kau ikut aku” ujar Ken menarik tanganku dengan lembut. Dengan patuh, aku pun mengikutinya.

“Nah ini tempat pembuatan pistol. Pertama aku akan mengajarimu dulu tentang bagaimana cara membuatnya. Biar nantinya kau bisa membuatnya sendiri. Setelah itu baru aku akan mengajarimu menembak. Tidak susah kok. Asal kau ada niat untuk melakukannya” ujarnya dengan memancarkan senyuman indahnya.

“Ribet. Terlalu ribet menurutku”

“Ya kau harus menjalaninya. Semuanya bakal indah kalau kau menjalaninya bersamaku” ujar Ken menggodaku.

“Ah kau bisa saja” ujarku dengan malu-malu. “Iya-iya aku tau itu. Sekarang aku harus berbuat apa? Nah ini bahan-bahan apa kok unik gitu?” tanyaku sambil mengambil bahan pembuatan pistol yang tercecer di lantai.

“Hahahaha” Ken tertawa licik padaku.

“Kenapa kau tertawa? Aku tak menyuruhmu tertawa”

“Kau lucu” ujar Ken tersenyum.

“Lucu bagaimana maksudmu?” tanyaku polos.

“Karena dari sekian banyak siswi yang magang disini, nah baru kau yang mengatakan bahwa bahan-bahan pembuatan pistol itu unik. Banyak yang mengatakan bahwa bahan pembuatan pistol itu aneh lah, gak berbobotlah, rongsokanlah, dan masih banyak lagi” jelas Ken tersenyum.

“Kau bisa saja, Ken. Tapi bahan-bahan ini memang unik loh”

“Itu yang membuatku mencintaimu. Kau berbeda dari yang lain” ujar Ken menggodaku.

“Ehm.. Kau dari dulu sama saja. Kerjaanmu sangat hobi menggodaku” ujarku mencibir.

“Bukannya kau sangat suka jika aku goda?” goda Ken lagi.

“Udah ah. Sekarang tugasmu mengajariku membuat pistol. Bukan menggodaku” ujarku mengalihkan pembicaraan.

“Oke kali ini kau menang. Tapi lihat saja nanti. Baiklah aku akan mengajarimu” sahut Ken sambil mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat pistol yang berada dalam kotak khusus seperti koper yang berada disampingnya.

Ken pun mengajariku bagaimana cara membuat pistol. Ken juga mengenalkanku dengan bahan-bahan unik dalam pembuatan pistol. Awalnya aku kurang suka dalam perindustrian ini. Tapi entah kenapa aku menjadi suka membuatnya. Entah karena Ken yang mengajarinya, atau karena ternyata aku memang benar-benar suka dengan pistol. Oh tapi tidak, dari dulu aku tidak pernah ada niat untuk membuat pistol. Apalagi menembaknya. Sama sekali aku tak berniat dalam hal ini.

“Kau sudah berapa lama kerja disini?” tanyaku pada Ken sambil membereskan bahan-bahan yang sudah tak di pakai lagi.

“Aku baru menggeluti pekerjaan ini sekitar 2 tahun”

“Selama itu kau tidak memberitahuku bahwa kau berada di Tokyo?!” ujarku dengan nada tinggi.

“Aku coba menghubungimu, tapi nomor handphonemu tidak aktif. Berulang kali aku hubungi, hasilnya tetap sama”

“Oh iya, maafkan aku. Handponeku sempat hilang saat itu. Tapi kenapa kau tidak mencoba menghubungiku via facebook atau twitter?”

“Kau lupa?? Kita itu jarang online. Masing-masing dari kita terlalu sibuk dengan aktivitas yang kita jalankan. Bagaimana bisa aku menghubungimu”

“Kau benar” ujarku tersenyum lega.

“Setelah ini kau mau kemana?” tanya Ken padaku.

“Aku mau pulang. Tapi aku belum ada tempat tinggal. Mungkin aku akan berusaha untuk mencarinya terlebih dahulu”

“Bagaimana kalau kau tinggal dirumahku saja. Kebetulan aku tinggal berdua dengan pembantuku. Dan kau tenang saja, dirumahku masih ada kamar kosong” jelas Ken yang tengah berdiri dihadapanku.

“Oke, kalau kau tidak keberatan” ujarku tersenyum lepas.

“Oh tidak. Aku sama sekali tidak keberatan. Aku senang bisa membantumu”

Aku dan Ken langsung menelusuri perjalanan dari Tokyo menuju rumah Ken yang letaknya tidak terlalu jauh dari Tokyo. Ken melihat foto mesra aku bersamanya yang aku letakkan di samping kotak tissue di dalam mobil ini. Ken terus melihatnya, namun aku hanya tersenyum lepas saat itu. Aku tidak berkomentar apa-apa. Begitu juga dengannya. Aku hanya melihat ulasan senyumnya yang berbekas ketika melihat foto itu. Aku terus menelusuri jalannya sesuai dengan aba-aba yang Ken berikan. Jujur, aku tak menyangkal bahwa Ken masih sama seperti dulu. Ken tetap tampan. Tapi hanya satu yang ingin aku tahu dari dirinya tentang perasaannya padaku. Meskipun kejadian itu sekitar 4 tahun silam, aku masih tetap menyimpan perasaan padanya. Entah mengapa, aku sulit untuk melupakannya. Mungkin benar kata orang-orang bahwa cinta pertama itu sulit di lupakan. Ya, mungkin itu benar.

“Hei!! Kau tidak melamun kan?” sapa Ken dengan membuyarkan lamunanku.

“Oh tidak. Aku hanya fokus menyetir saja tadi” ujarku cengengesan.

“Kau bohong! Kau tadi itu melamun. Aku memperhatikannya”

“Ah entahlah” ucapku dengan sedikit malas.

“Kau sakit?” tanya Ken khawatir.

“Tidak” jawabku tegas.

“Yasudah, itu rumahku yang bewarna orange” ujar Ken sambil menunjukkan rumahnya yang bewarna orange.

Aku pun segera mempercepat kecepatan mobil yang aku kendarai ini menuju ke halaman rumah Ken. Rumah Ken tampak indah, bersih, dan asri. Aku tak menyangka seorang Ken pandai memilih seorang pembantu. Ya semoga saja Ken tidak menjadikan aku pembantu dirumahnya yang bagaikan istana ini.

“Kau gila! Rumah sebesar ini hanya kau sendiri yang menempatinya?” ujarku dengan nada tinggi sambil berjalan masuk menuju pintu rumah Ken.

“Lebih tepatnya aku tinggal berdua dengan pembantuku itu” sahut Ken menyanggah perkataanku.

“Ya, apapun itu. Yang jelas kau sendirian. Aku pikir kau telah mempunyai pendamping hidup” ceplosku refleks.

“Tidak. Aku belum menemukan yang tepat” sahut Ken ringan.

“Kau tidak mencari. Bagaimana mau menemukan” gerutuku sesaat ketika membaringkan tubuh diatas sofa milik Ken.

“Apa kau bilang? Mencarii?? Aku tak perlu mencari” jawab Ken dengan menengadahkan wajahnya diatas wajahku. Sekilas aku merasakan degup jantungku yang tak beraturan lagi.

“Kenapa begitu?”

“Karena aku telah menemukanmu”

“Maksudmu?” tanyaku polos.

“Ya, karena aku yakin kalau kau adalah jodohku. Jadi buat apa aku harus mencari lagi. Sementara kau sudah ada di depan mataku. Aku hanya perlu meraihmu”

Mendengar perkataan Ken seperti itu. Aku merasakan sekujur suhu tubuhku menjadi dingin. Pipiku merah merona. Aku tersipu malu. Begitu juga dengan degup jantungku yang tak beraturan lagi. Kali ini degup jantungku dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Aku dan Ken sempat bertatapan dalam waktu yang lama. Namun karena aku dapat menyadarinya, aku beranjak bangun dari sofa dan menghindar dari wajah Ken yang sedang menengadahkan wajahnya di atas wajahku.

“Kau kenapa? Apa ada yang salah dari perkataanku?” tanya Ken hati-hati.

“Oh tidak. Aku justru senang mendengar perkataan seperti itu keluar dari mulutmu” jawabku malu-malu.

“Benarkah?”

“Iya benar Kyoko Hiromasa Kenzie” ujarku tersenyum lepas. “Oya, kamarku bagian mana? Terlalu banyak kamar dirumahmu” ujarku dengan nada bingung sembari mengedarkan pandangan kearah sekitar rumah Ken.

“Disamping kamarku saja bagaimana?” tawar Ken padaku.

“Okay, no problem! Arigatou Ken”

“Douitashimashite”

Ken mengantarku menuju kamar yang berada di samping kamarnya sambil membawakan barang-barang milikku. Aku tidak menyuruhnya. Tapi Ken sendiri yang mau melakukannya.

“Kamarmu besar” ujarku sambil merebahkan badan diatas springbed bewarna merah.

“Kau suka?”

“Tentu saja”

“Semoga kau betah tinggal disini” ujar Ken tersenyum padaku sambil melirik jam dindingnya. “Sudah jam 5. Kalau kau mau mandi silahkan. Aku tinggal dulu ya, aku ada urusan penting”

“Jam berapa kau pulang?”

“Nanti aku kabari. Berapa nomor handphonemu?” tanya Ken sambil mengeluarkan handphone dari sakunya.

“085201071996”

“Oke aku tinggal ya” ujar Ken sambil melangkah kakinya menuju keluar kamar yang aku tempati.

“Kia-kira Ken kemana ya??” batinku sesaat. “Ah entahlah. Sepertinya aku memang harus mandi. Badanku mulai terasa gerah. Semoga saja Ken cepat kembali” batinku lagi.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Oh my God. Aku ketiduran” ujarku kaget ketika melihat jam telah menunjukkan pukul 08.30 malam.

“Ken…Ken..Kenzie.. Apakah kau sudah pulang??” teriakku sambil berjalan menelusuri rumahnya.

“Maaf Nona, Tuan Ken belum pulang” sahut pembantu yang berada dirumah Ken.

“Biasanya kalau Ken belum pulang, dia kemana ya Bik?” tanyaku dengan nada hati-hati.

“Tuan Ken kerja di Perindustrian Pistol itu keseringan sampai malam Non. Sekitar pukul 10 keatas nanti pulangnya. Padahal Bibik sudah mengingatkannya supaya jangan keseringan lembur” jelas pembantu Ken dengan nada khawatir.

“Yasudah deh Bik. Kalau gitu aku tunggu Ken pulang saja” ujarku tersenyum kecil.

“Baiklah” sahut pembantu Ken lembut, lalu meninggalkanku yang tengah berada di ruang tamu rumah Ken sendirian.

Malam ini aku mengenakan baju bewarna pink disertai dengan corak bunga sakura dan aku juga mengenakan celana pendek sepaha. Aku berniat untuk menunggu Ken pulang. Aku berbaring di sofa dengan posisi kakiku tersila. Kebetulan ada majalah diatas meja. Ya walaupun majalahnya berisi tentang kepriaan. Apa boleh buat untuk diriku yang tengah suntuk dalam keheningan malam ini. Aku mencoba membalikkan lembaran-lembaran majalah tersebut. Hasilnya tetap sama saja. Sama sekali aku merasa bosan. Rasa bosanku tak kunjung hilang. Aku juga melihat handphoneku berkali-kali. Dan hasilnya tetap sama. Ken tidak menghubungiku. Sungguh sangat menyebalkan.

“TING NONG” bunyi bel rumah Ken.

“Mungkin itu Ken” ujarku dalam hati. Dan sesaat aku langsung beranjak bangun dari sofa. Aku juga sempat merapikan rambutku agar tampak indah di mata Ken. Ya lebih tepatnya aku ingin selalu tampil indah di mata orang lain, termasuk Ken.

“Iya sebentar” teriakku. Lalu aku pun langsung menghampiri dan membuka pintu untuknya.

“Hana??” sapa Ken kaget melihatku.

“Iya,  kenapa?? Kau kaget??” ujarku dengan nada ketus ketika berpas-pasan dihadapannya.

“Kenapa kau belum tidur?”

“Menunggumu. Seharusnya kau pulang lebih cepat. Kau tega meninggalkanku sendiri dirumahmu. Dan kau juga tidak memberi kabar padaku jam berapa kau akan pulang. Kau sungguh menyebalkan, Ken!” ujarku dengan tatapan sinis.

“Sudahlah. Aku tidak mau ribut denganmu. Aku mau masuk” ujar Ken dengan menggendongku, membawaku menuju kamar tidurku.

“Tapi aku belum selesai bicara Ken!” ujarku dengan kesal.

“Sudah. Kau tidur. Sekarang sudah larut malam!” sahut Ken dengan lembut.

“Tidak. Aku belum mau tidur sebelum kau menjelaskan mengapa kau telat pulang, Ken? Ini sudah jam 10 malam” ujarku ngotot.

Ken terdiam untuk beberapa detik. Ken menurunkanku yang sedari tadi di gendong olehnya. Ia merubah posisiku, agar lebih mudah berbicara denganku secara berhadapan.

“Baiklah aku akan menjelaskan” ujar Ken dengan nada lemah. “Ya memang seperti ini aktivitasku selama 2 tahun. Terkadang bahkan aku tidak pulang kerumah. Tapi karena aku berfikir bahwa kau ada dirumahku, jadi aku tidak tega meninggalkan kau sendirian”

“Kau tidak perlu bekerja lembur seperti ini. Aku tahu kalau kau adalah seorang pekerja keras. Tapi kau harus mementingkan kondisi fisikmu juga. Kau tahu??!” kata-kataku terhenti sejenak. “Aku sangat mengkhawatirkanmu, Ken” ujarku sembari memeluknya dengan erat, seolah-olah aku tak mau jikalau suatu saat nanti sosok Ken lenyap dari hadapanku.

“Hahahaha”Ken tertawa lepas dengan menampakkan susunan giginya yang rapi. “Arigatou Hana, kau telah mengkhawatirkan diriku ini. Baiklah sekarang kau harus segera tidur” ujar Ken mencium keningku. Lalu ia pun menuntunku menuju kamarku. Ya, untuk sementara itu adalah kamarku. Kamar yang letaknya tepat disamping Kamar Kenzie.

“Hana...” sapa Ken ketika aku telah berada diatas springbed, sementara Ken berdiri di depan pintu kamarku. Aku pun menoleh. “Oyasumi Hana-San” ujar Ken tersenyum manis.
“Oyasumi Kenzie-San” balasku tersenyum.

**********************************************************************************

Pagi yang cerah. Hari ini aku mengenakan baju bewarna pink yang berukuran mini diatas lutut. Aku juga mengenakan bando untuk memperindah rambutku yang terurai ini. Lalu aku juga mengenakan high heels yang tidak terlalu tinggi bewarna hitam, agar sepadan dengan warna bingkai kacamataku. Hari ini aku memakai kacamata. Karena sebenarnya aku memang harus memakai kacamata. Ya bisa dikatakan aku menderita rabun jauh sejak kelas 1 SMP. Ya apapun itu, aku hari ini tetap tampil natural. Berbeda dengan Ken, ia hari ini mengenakan baju kantornya seperti biasa. Apapun tampilannya, Ken tetap terlihat tampan. Dan aku sangat menyukai hal itu.

“Ohayou” sapa Ken ketika menghampiriku di meja makan. Ya aku tiba lebih awal di meja makan, karena aku berniat untuk membantu Bik Inah, pembantunya  Ken untuk menyiapkan sarapan pagi.
“Oyahou ne” balasku tersenyum.

“Pagi-pagi sekali semuanya sudah pada repot ya” ujar Ken sambil duduk di kursi yang terdapat di meja makan.

“Ehm.. sepertinya enak nih” ujar Ken lagi dengan mencium aroma nasi goreng yang berada dihadapannya.

“Ini bukan sepertinya, Ken. Nasi goreng ini memang benar-benar enak loh. Aku dan Bibi yang membuatnya”

“Memangnya kau bisa masak? Sejak kapan??” tanya Ken dengan nada remeh dengan mengernyitkan dahinya.

“Kau meremehkanku?? Aku memang tidak begitu bisa. Tapi setidaknya, aku turut hadir dalam masakan Bibi pagi ini” jawabku kesal.

“Baiklah. Aku minta maaf. Aku akan segera menghabiskan nasi goreng ini” ujarnya pelan sambil menyantap nasi goreng dengan lahap.

Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening. Aku dan Ken tengah menikmati sarapan pagi yang menurutku rasanya begitu enak. Entah karena aku lapar, atau karena makanan ini memang terasa begitu sangat-sangat lezat.

“Bagaimana kalau hari ini kita berangkat menggunakan sepeda motor milikku saja? Sudah lama kan kita berdua tidak naik sepeda motor??” tanya Ken dengan nada ragu-ragu ketika santapan kami telah selesai.
“Baiklah. Arigatou Ken” jawabku tersenyum sekilas.

“Mari kita berangkat” Ken mengulurkan tangannya untuk menggandengku berjalan. Aku benar-benar bahagia. Ini semua terasa seperti saat-saat pertama kami pacaran. Ah, entahlah. Aku memang sering berfikiran seperti ini.

Aku dan Ken menikmati perjalanan yang indah ini diikuti dengan terpaan angin yang hobi sekali mengayunkan rambutku dengan alunan tersendirinya. Hari ini aku dan Ken  berangkat ke Perusahaan Mr.Kin menggunakan sepeda motor milik Ken yang bewarna merah. Aku tidak tahu apa nama sepeda motor ini. Yang jelas, banyak cowok-cowok yang kelihatan macho ketika mengendarai sepeda motor ini. Yah, sepeda motor ini tempat duduknya menjulang kedepan. Dan para pria sangat memanfaatkan kesempatan seperti ini bersama wanita yang ia sukainya. Hahahaha entahlah. Yang pasti aku merasakan kehangatan duduk di belakang Ken seperti ini. Aku juga tak lupa memeluk badannya dengan erat. Takut-takut saja kalau aku jatuh nantinya. Ehm… kedengarannya memang konyol, tapi aku sangat menikmati saat-saat seperti ini.

“Hana… Kita sudah sampai” ujar Ken yang sedari tadi masih bingung dengan keadaanku yang terus saja masih memeluk badannya itu.

“Ha.. Gomen ne Kenzie-san. Aku ketiduran” ujarku dengan rasa malu yang tak terkira lagi. Aku pun langsung melepaskan pelukanku yang erat itu.

“Hai! Aku tidak tahu kalau kau ketiduran. Seharusnya aku yang minta maaf Hana-san”

“Oh tidak apa-apa Ken” ujarku tersenyum.

“Rambutmu terlihat sedikit berantakan. Mari biar aku yang merapikannya” Ken tersenyum padaku.
Ia pun merapikan rambutku dengan sentuhan tangannya yang lembut itu. Aku sangat menyukai saat-saat seperti ini. Ken terus saja merapikan rambutku. Tak disangka ternyata jarak Ken yang berdiri dihadapanku semakin dekat denganku. Degup jantungku kembali tak beraturan lagi. Aku takut jika Ken mendengarkan degup jantungku yang dahsyat ini. Ah, jika itu terjadi, ini sangat memalukan.

“Kenapa degup jantungmu semakin kencang?” tanya Ken tiba-tiba. Wajahku langsung memerah. Perasaan malu pun menghantui diriku ini.

“Ah tidak!” jawabku tegas.

Ken semakin dekat denganku. Aku yang sedari tadi masih duduk di atas sepeda motor miliknya, kini merubah posisiku menjadi berdiri dihadapannya. Tinggi diriku hampir sepadan dengannya. Karna aku mengenakan high heels. Ya aku juga tidak terlalu pendek. Hanya saja aku ingin menyamai ketinggianku dengan Ken. Kali ini aku tidak bisa memungkirinya. Ken tetap terus semakin dekat denganku. Wajah Ken dengan wajahku terlihat sangat dekat. Bibirku dengan bibirnya hampir menyatu dalam waktu dekat. Sampai-sampai aku harus berani menatap matanya dalam waktu yang lama. Aku terdiam, tak berkomentar apapun. Aku merasa sulit untuk mengeluarkan kata-kata sekecil apapun itu.

DAN KEN… (Melakukannya)







THE ANGEL SAVIOR (Part 2)

Ciuman. Ya, ciuman manis yang Ken berikan saat itu. Dengan bodohnya, aku malah membiarkan dia melakukan hal itu. Sebelumnya aku memang tidak pernah melakukan hal ini. Hanya bersama Ken lah aku melakukannya. Kami belum berhenti melakukannya. Aku tidak tahu entah berapa lama ini akan berlangsung.

“Hanaaaa!!!! Kenzie!!!” teriak Mr.Kin yang entah dari mana tiba-tiba ia muncul disaat yang tidak kami inginkan. Sontak kami menghentikan hal ini.

“Mr.Kin” ujarku dengan merapikan bajuku yang sama sekali tidak terlihat kusut. Sementara Ken hanya tersontak kaget begitu saja.

“APA YANG KALIAN LAKUKAN??? ADA HUBUNGAN APA KAU DENGAN KEN? DAN KAU  KEN ADA HUBUNGAN APA DENGAN HANA?!” tanya Mr.Kin yang terdengar suaranya begitu menggelegar. Mr.Kin tampak seperti orang yang ingin tahu saja urusan orang lain. Mungkin karna dia cemburu, atau apalah itu. Aku kurang tahu mengenainya.

“Maafkan kami Mr.Kin. Kami tidak bermaksud untuk melakukan hal ini. Dan kami juga tidak ada hubungan apa-apa. Hanya saja kami dulu memang sempat berhubungan” jawab ken dengan nada rendah. Sementara aku masih terdiam.

Mr.Kin, atau panggilan akrabku padanya adalah Kin. Ia dengan sontaknya langsung menarikku secara paksa untuk menuju keruangannya. Sementara Ken masih berada di tempat tadi. Aku tidak bisa memperdulikan Ken, karna Kin masih saja menarikku secara paksa begini. Aku sangat-sangat tidak suka dengan cara Kin yang seperti ini. Dia terlihat sangat kasar. Sedikit pun aku tidak menemukan sisi lembut darinya. Dia berbeda dari yang kemarin aku kenal. Sosok lembutnya hilang begitu saja.

“Hana! Mengapa kau tega melakukan hal seperti tadi??” tanya Kin dengan nada tinggi. Saat itu ia sedang mengedarkan pandangannya kearah luar.

“Maaf Kin! Aku melakukan hal tadi atau tidak, itu sama sekali bukan urusanmu. Aku dan Ken telah berkenalan lebih lama dibanding aku yang baru kemarin mengenalmu. Maaf jika aku sudah lancang menjawab seperti ini, tapi memang ini jawabanku” jawabku tegas.

“Tapi kau harus tau! Dari awal melihatmu, aku sudah mempunyai rasa lebih terhadapmu yang tak dapat aku artikan dengan sendirinya. Dan kau harus mempunyai rasa yang sama terhadapku. Tak boleh ada pria lain yang kau cinta, selain aku. Dan hanyalah aku, Hana!!”

“Apa maksudmu berkata seperti itu??” tanyaku dengan nada sedikit meninggi. “Kau tahu?? Cinta itu tak bisa di paksakan. Jadi kau tidak ada hak memaksaku untuk mencintaimu” jelasku dengan tegas.

Kin yang sedari tadi berdiri menghadap kearah luar, kini merubah posisinya. Ia berjalan mendekatiku yang sangat tidak sopannya aku duduk di atas meja kerjanya dengan kaki tersila. Habisnya aku kesal dengan dirinya. Lagian aku tak perduli walaupun dia adalah seorang bos disini.

“Kau berani melakukan hal tadi bersama Ken, berarti kau harus berani juga melakukan hal ini bersamaku” ujar Kin dengan berdiri dalam posisi menjulangkan tubuhnya kearahku.

“Apa maksudmu?”

“Kau tidak usah berlagak polos. Baiklah biar aku yang memulainya” ujar Kioshi Kin dengan menatap sinis kearahku dan semakin lama wajahnya semakin mendekati wajahku.

“Kau tidak usah gila. Aku tidak akan mau melakukannya bersamamu” ujarku dengan berontak. Aku ingin kabur darinya, tapi aku sudah terperangkap dalam kawasannya.

“Kalau kau mencintai seseorang, bukan begini caranya” ujarku lagi.

“Aku tak perduli. Yang penting aku harus bisa mendapatkanmu. Tidak boleh ada yang lain. Jika tidak, maka dari salah satu diantara kalian harus MATI!!” ujar Kin dipenuhi dengan emosi yang menggelutinya. Aku tak menyangka dia bisa sekejam ini. Padahal pertemuan awalku dengannya, aku menemukan sosok baik dari dirinya. Berbeda dengan dirinya yang sekarang. Dia seperti orang kemasukan roh jahat yang berhasil menguasai dirinya begitu saja.

“Apa maksudmu berkata seperti itu? Siapa yang harus mati?” tanyaku dalam keadaan sigap.

Dengan sengaja, aku menolak tubuh Kin yang menjulang di hadapanku. Ia terjatuh. Namun ia berhasil menarik tanganku. Dengan cepat, tubuhku langsung terjatuh tepat di atas tubuh Kin. Namun aku berhasil beranjak bangun untuk menghindari Kin. Tapi ternyata gerakan Kin lebih cepat dari yang kuduga. Ia menolakku sehingga aku terjatuh di lantai ruangannya dalam keadaan terbaring. Entah bagaimana caranya dia melakukan hal ini, yang jelas aku merasa tak berdaya saat itu. Kin menghampiriku dengan cepat. Tubuhnya sekarang berada tepat diatas tubuhku. Kin mencengkram kedua tanganku dengan kuat. Dia mencari-cari celah untuk menciumku. Namun aku tetap bersikeras untuk tidak melakukannya. Aku sangat membenci dirinya.

“Kau sangat tidak sopan! Lepaskan akuu!!!” teriakku berharap ada yang menolongku dalam keadaan seperti ini.

“Ken tolong akuuu!!” teriakku lagi dengan nada yang lebih kuat.

Dalam hitungan detik, Ken tiba untuk menolongku. Dengan begitu saja Ken mendobrak pintu ruangan ini. Ken menarik Kin dan menghajarnya dengan pukulan yang kuat. Aku melihatnya. Aku melihat Kin yang terluka di bagian bibirnya. Aku pun terbangun dan langsung berlari menuju keluar ruangan ini. Kejadian yang dilakukan oleh Kin hari ini membuat aku shock. Sebelumnya aku belum pernah menemui orang sekejam Kin.

“Ken??” sapaku ketika melihat Ken yang sedang berjalan keluar menuju lobi utama.

“Hana… Kau tidak apa-apa kan? Baru saja aku ingin mencarimu” ujar Ken dengan nada khawatir. “Sebaiknya kau tidak perlu magang disini lagi. Aku tidak suka melihat Kin kasar padamu. Sejak kita berhasil melakukan hal tadi, aku ingin sekali menghajarnya ketika ia menarikmu. Tapi aku seperti terpaku dalam mencerna kata-kata yang dikeluarkan Kin tadi” jelas Ken khawatir padaku.

“Tidak. Aku tidak apa-apa. Aku tidak bisa Ken, aku harus menjalankan tugasku dari sekolah. Kau mau melihatku tidak lulus nanti??”

“Aku sayang padamu. Aku tak rela jika kau diperlakukan seperti tadi oleh Kin” ujar Ken langsung memelukku. Sementara aku masih terdiam beberapa saat dalam pelukan Ken.

“Aku juga sayang padamu” ujarku tersenyum. “Kau tahu??” kata-kataku terhenti sejenak. “Kin tadi bilang padaku, jika aku tak menjadi miliknya, maka salah satu diantara kita harus mati. Dan ini semua salahku” ujarku dengan merintihkan air mata diatas baju Ken. Ya, air mataku memang gampang sekali terjatuh. Mungkin aku memang wanita yang cengeng. Tapi, inilah aku. Aku yang mudah menangis.

“Kenapa kau menangis Hana? Ini bukan salahmu” Ken mencoba menghiburku dan Ken juga menghapuskan rintihan air mataku.

“Aku tak rela jika kau harus mati. Lebih baik biar aku saja. Biar aku yang menanggung ini semua” ujarku yang masih terus menangis.

“Kau tidak boleh berkata seperti itu” ujar Ken saat meletakkan telunjuknya di bibirku. “Kau lihat mataku. Aku masih ingin hidup lebih lama bersamamu”

Aku langsung memeluk Ken. Ucapan Ken terdengar romantis saat itu. Oh tidak, bukan saat itu saja. Setiap kata-kata yang keluar dari mulut Ken memang terdengar romantis. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang bertepuk tangan untuk aku dan Ken. Ya, itu adalah tepuk tangan yang licik. Dia adalah Kin. Jelas saja kami menghentikan pelukan kami dengan begitu saja. Lagi-lagi dia selalu muncul disaat yang tidak tepat.

“Mau apa kau kesini?” tanya Ken sinis.

“Aku mau nyawa dari salah satu diri kalian”

“Apa maksudmu?” tanyaku dengan nada menyelidiki.

“Kau masih belum mengerti apa maksudku Nona?? Tentu saja aku tak rela melihat kau bersamanya. Jadi salah satu nyawa kalian harus menjadi korban pada hari ini” jawab Kin tersenyum sinis.

“Ambil saja nyawaku. Jangan pernah kau ambil nyawanya” ujar Ken mendekati Kin.

“Kau apa-apaan Ken!” sahutku dengan nada tinggi, seketika aku menarik tangan Ken agar kembali berada di dekatku. “Tidak. Tidak ada yang boleh mati diantara kita!” teriakku berontak.

“Ya terus saja kalian bercinta dihadapanku” Kin meninggikan nada bicaranya. “Jika diantara kalian tak ada yang mau mengalah untuk aku ambil nyawa kalian, maka kau Hana harus bersiap-siap menjadi yatim piatu” ucap Kin dengan sinis lagi. Kali ini Kin dua kali lebih sinis dari sebelumnya. “Aku akan menyuruh para bodyguard-ku untuk membunuh kedua orang tuamu yang berada di Indonesia, Takashimura dan Angelina” sambungnya lagi.

Aku tersontak kaget. Ternyata Kin mengetahui keberadaan orang tuaku di Indonesia. Kin juga mengetahui nama orang tuaku. Padahal aku belum sempat memberitahunya.

“TIDAK! KAU TIDAK BERHAK MENGAMBIL NYAWA ORANG TUAKU!” teriakku lebih keras dari sebelumnya.

“Lebih baik kau mengambil nyawaku saja”

“Tidak. Sebaiknya kau mengambil nyawaku saja, Kin” protes Ken dengan tegas.

“Ken? Kau tidak terlibat dalam hal ini. Dari awal ini semua memang salahku. Jadi biarlah aku yang bertanggung jawab atas semua ini, Ken” balasku protes.

“Tidak Hana! Masa depanmu masih panjang. Kau belum sempat membahagiakan orang tuamu. Jadi biar aku saja yang menggantikannya”

“Stopp Stop Stop!!!” teriak Kin menghentikan pembicaraan kami. “Aku hanya butuh satu jawaban, antara Ken dan Kau Hana! Aku tak butuh perdebatan kalian. Aku hanya butuh satu jawaban” ujar Ken dengan tegas sambil mengelus-elus pistol yang sedari tadi ia pegang.

“Bunuh saja aku” sahut Ken dengan tegas.

“Tidak. Ambil saja nyawaku, jangan Ken!” ucapku lebih tegas dari Ken.

Ken menatapku tajam. “Hana, kau harus selamat. Kau harus hidup. Karna jika diantara kita tak ada yang mati, maka nyawa kedua orang tuamu yang akan menjadi korban. Maka biar akulah yang menggantikan posisimu. Kau harus berjanji padaku. Kau harus hidup!” ujar Ken berada dihadapanku sambil menggoyangkan bahuku dengan ringan.

“Tidak Ken! Aku menyayangimu lebih dari diriku sendiri. Aku tak rela jika kau mengorbankan nyawamu hanya demi aku, Ken! Aku akan merasa bersalah nantinya” ujarku dengan menjatuhkan butiran air mata yang aku tahan sejak tadi.

“Kalau kau sayang padaku, maka kau harus mengikhlaskan kepergianku. Aku berjanji, aku akan setia menunggumu di alam sana. Dan aku juga berjanji, aku akan terus tetap mencintaimu walaupun nyawaku akan terhenti hari ini juga Hana!”

“Kau tidak boleh pergi Ken!” ujarku dengan butiran air mata yang mengalir  deras membasahi kedua pipiku.

“Nakanaide yo…” ujar Ken menghapus air mata yang membasahi kedua  pipiku. “Kau harus berjanji padaku bahwa kau akan bahagia di dunia ini” sambungnya lagi.

“Aku tak akan bahagia tanpamu Ken” ucapku lirih.

“Kau harus bersikap lebih dewasa, Hana. Kau harus merelakanku. Dan maafkan aku, aku harus melakukan ini” ucap Ken dengan nada melemah.

Aku terdiam. Aku terpaku dengan kata-kata yang Ken keluarkan. Bagaimana bisa aku mengikhlaskan kepergian orang yang sangat aku sayang begitu saja. Tidak bisa. Kalau pun bisa itu sangat terasa sulit bagiku. Mungkin bukan hanya aku saja yang seperti ini, orang lain pasti akan merasakan hal yang sama jika berada dalam posisiku seperti ini.

“Baiklah. Aku rasa semua sudah jelas” ujar Kin tersenyum menang. “Dan kau Hana, ini pistol untukmu” sambungnya lagi dengan memberikan pistol yang ia pegang sedari tadi. Aku pun mengambilnya begitu saja.
“Ini untuk apa? Apa maksudmu memberikannya padaku?” tanyaku sambil memerhatikan pistol jelek ini. Bagiku dia jelek, karna dia bisa digunakan untuk membunuh orang yang sama sekali tidak bersalah. Aku menyesal karna pernah mengatakan bahwa bahan pembuatannya itu unik. Sama sekali tidak. Aku sangat membenci pistol jelek ini.

“Lakukanlah. Karna kau yang aku tugaskan untuk membunuh Ken” jawabnya datar dengan rasa tak bersalah.

Aku terdiam beberapa saat. Namun kebencianku atas sikapnya, membuat aku ingin membunuhnya. Tapi aku tidak bisa membunuhnya, aku takut jika Kin tidak terbunuh mati olehku, maka dengan leluasa dia akan membalas membunuh orang tuaku di Indonesia. Kin sangat jahat padaku. Dia sangat kejam. Entah berapa kali aku menyebutnya kejam. Aku tak menghitungnya. Karna Kin memang benar-benar kejam.

“Mengapa aku yang harus membunuhnya? Bukankah kau yang sangat menginginkan salah satu diantara kami mati? Jadi kenapa aku yang harus membunuhnya??!” teriakku dengan suara yang sangat jelas.

“Karna aku tau bahwa kau mencintainya Hana! Cepat lakukan. Sebelum aku akan bertindak lebih sadis dari ini” ancamnya padaku
.
“Suatu hari Tuhan akan membalas tindakanmu ini, Kin!” ucapku geram.

“Cepat lakukan Hana” teriak Ken datar.

“Tidak bisa! Aku tidak bisa melakukannya Ken”
“Kita dalam posisi darurat Hana. Kau tak perlu memikirkan aku. Aku akan baik-baik saja” ujar Ken dengan santai. Padahal aku tahu bahwa dia sama sekali tidak menganggap santai masalah ini.

“Cepat Hana. Lakukanlah!” sambung Ken lagi.

Jujur, aku tak bisa melakukan ini. Aku tak bisa membunuh nyawa seseorang yang berharga bagiku. Hatiku terasa seperti tertusuk bilah bambu yang rasanya akan sakit sekali. Aku akan merasa lebih baik jika aku saja yang dapat menggantikan posisinya. Terlebih aku sangat mencintai dan menyayanginya. Namun kondisi yang aku hadapi berbanding terbalik dengan harapanku yang tidak ingin membunuh Ken. Namun aku harus melakukan itu. Meskipun dengan kata terpaksa. Aku harus melakukannya.

Aku menarik bagian pistol yang akan mengeluarkan pelurunya. Aku menariknya perlahan-lahan. Aku merasa berat melakukannya. Jarak Ken berdiri sekitar 2 meter dari hadapanku. Aku berharap tembakanku nantinya akan meleset. Sebelumnya aku belum pernah melakukan hal ini. Ini begitu menyebalkan. Bila ini terjadi, maka aku memang seperti pembunuh. Akan lebih keren jika aku adalah pembunuh bayaran, masalahnya aku bukanlah pembunuh bayaran. Aku melakukan ini karna aku merasa di ancam oleh Kin. Padahal dari dulu sampai sekarang, aku tak pernah takut yang namanya ‘ancaman’. Mungkin karna ini menyangkut ‘nyawa orang tuaku’. Tapi bagaimana dengan nyawa Ken?
Baiklah dengan kata terpaksa aku akan melakukannya. Kali ini pistol yang aku pegang benar-benar sedikit lagi akan mengeluarkan pelurunya. Aku melakukannya sambil menutup kedua mataku. Aku tak sanggup menyaksikan perbuatanku yang kotor ini. Aku merasa hina melakukan hal sekeji ini.

DAN… AKU… (Benar-benar melakukannya)

Pistol yang sedari tadi aku gunakan mengeluarkan pelurunya. Peluru itu menyusuri kearah Ken berdiri. Aku setengah menutup mataku. Aku tak mau begitu jelas menyaksikan perbuatan kotor ini. “Oh Tuhan, semoga pelurunya tidak mengenai tubuh Ken” doaku dalam hati.

Aku memberanikan diri untuk membuka mataku perlahan-lahan. Dan aku melihatnya. Aku menyaksikannya. Ya, aku melihat peluru itu menyusuri salah satu bagian tubuh Ken. Ya, itu bagian jantung Ken. Oh My God! Aku tak berniat melakukan ini. Seketika air mataku kembali jatuh membasahi kedua pipiku.

“Aaa…” Ken menjerit kecil. Ia memegang bagian jantungnya yang disusuri oleh peluru itu. Aku langsung berlari menghampiri Ken. Sementara Kin bertepuk tangan. Lagi-lagi riuh tepuk tangannya kedengaran licik. Dia memang tidak pantas disebut manusia. Dengan perasaan tak bersalah, seketika itu dia meninggalkan aku dan Ken yang dalam keadaan bersimbah darah. Aku langsung menimang kepala Ken agar berada diatas pahaku.

“Ken, maafkan aku. Aku tak berniat melakukan ini” ujarku dengan bercucuran air mata.

“Aku tidak apa-apa Hana. Aku…bahagia karna kau…hidup” ucap Ken terputus-putus. Aku tau bahwa Ken merasakan kesakitan.

“Aku akan membawamu kerumah sakit. Mari aku akan menuntunmu”

“Tidak usah Hana” jawabnya singkat menggenggam jemariku.

“Shinaide! Shinaide kudasai!!” teriakku masih dalam keadaan bercucuran air mata.

“Nakanaide yo…” ucap Ken dengan menghapus butiran air mata yang membasahi kedua pipiku.

“Shinaide… Shinaide… Shinaide…” teriakku sekeras-kerasnya.

“Hana” Ken memanggilku dengan napas terengah-engah. “Nakanaide yo…” Ken menghapus lagi air mataku.

“Tersenyumlah. Aku mencintaa..imu Hana”

“Aku juga mencintaimu, Ken. Kau harus bertahan. Matamu tidak boleh tertutup. Aku mohon!” ujarku dengan mengelus-elus wajah malaikatnya. Bagiku Ken adalah seorang malaikat. Ya, Ken adalah seorang ‘Malaikat Penyelamat’ dalam hidupku. Ia rela mengorbankan nyawanya hanya demi aku dan keluargaku.

“Selamat tinggal Hana” kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ken. Begitu menyakitkan mendengarkan Ken mengucapkan kata-kata itu.

“Ken…Ken…Ken…! Shinaide!!” teriakku dengan menggoyangkan tubuhnya yang sudah tak berdaya lagi.

Matanya sudah tertutup dan tidak akan pernah terbuka lagi. Itu adalah hal yang paling aku benci.
Aku menyesal telah membunuh Ken. Aku sangat menyesal meskipun aku terpaksa melakukannya. Semua telah terlambat, Ken tidak akan pernah membuka matanya lagi. Ken telah meninggalkan aku untuk selama-lamanya.
“Baiklah Ken. Aku mengikhlaskan kepergianmu. Terimakasih Ken atas pengorbananmu selama ini. Kau rela mengorbankan nyawamu hanya demi aku dan keluargaku. Kau tenang saja, aku akan hidup bahagia di dunia ini. Sesuai permintaanmu. Dan aku juga akan selalu tersenyum. Juga sesuai permintaanmu Ken. Dan aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu menjaga cinta kita” jelasku dengan mencium kening serta bibir Ken untuk yang terakhir kalinya dalam waktu yang lama.

Aku masih dalam keadaan berlumuran darah. Ya, ini adalah darah Ken. Ini semua ulah dari perbuatanku walau ini aku lakukan hanyalah sebatas kata ‘terpaksa’. Aku segera menghubungi pihak rumah sakit. Sebelumnya aku juga terlebih dahulu menghubungi Bik Inah, pembantunya Ken. Aku tak berani untuk menceritakan hal sebenarnya. Karna aku sangat takut jika Bik Inah tak percaya ketika aku menjelaskan padanya dan semuanya akan menjadi kacau. Aku tak mau itu terjadi. Biarlah untuk beberapa saat aku tak menceritakannya dulu. Tapi aku berjanji, suatu hari nanti aku pasti akan menceritakannya pada Bik Inah. Dan semoga saja Bik Inah percaya padaku.

**********************************************************************************

Rabu, 19 Juni 2013, Tokyo. Ya, hari ini adalah hari rabu. Hari pelaksanaannya pemakaman Ken. Sangat ramai kerabat Ken yang berdatangan. Aku masih seperti kemarin. Air mataku terus saja bercucuran. Aku tak bisa menghentikan air mata ini. Ya, aku memang harus ikhlas dengan kepergian Ken. Dan aku juga harus tersenyum dan bahagia di dunia ini. Tapi tidak dalam waktu dekat. Aku masih tidak habis fikir atas kejadian yang berlangsung kemarin. Semua orang yang berada di pemakaman ini menatapku dengan pandangan bertanya-tanya. Aku tau apa yang ada di benak mereka. Mereka pasti bertanya-tanya mengapa kehadiranku membuat Ken lenyap dari muka bumi ini. Ya, mungkin mereka berfikir bahwa aku ini dikutuk bisa mendatangkan sial buat orang lain. Atau apalah gitu sejenisnya. Ya, begitulah. Terserah mereka mau berkata apa. Yang jelas aku juga tidak menginginkan keadaan seperti ini.

Pemakaman telah berlangsung lama. Doa-doa pun telah kami kirimkan untuknya, Ken. Mereka yang berdatangan pun kembali pulang kerumah mereka masing-masing. Hanya saja aku yang tetap berada di pemakaman ini. Aku tidak tega meninggalkan Ken sendirian di tempat seperti ini. Tapi aku seketika sadar, bahwa alam aku dan Ken telah berbeda.

“Ken, kau dengar aku berbicara??” suaraku terhenti sejenak. “Baiklah Ken, kau harus mendengarkannya” ujarku dengan sedikit meninggikan frekuensi suaraku. “Aku sangat mencintaimu, Ken. Kau harus berjanji bahwa kau akan baik-baik saja di alam barumu. Kau harus menungguku. Suatu saat aku juga akan berada disana bersamamu” ucapku dengan meneteskan butiran air mata yang sedari tadi tergenang di dalam bola mataku.

“Dan kau tenang saja. Sampai kapan pun aku tidak terima atas perlakuan Kin terhadap kita. Aku akan berhenti magang. Dan aku akan melaporkan pada pihak sekolahku agar aku di tugaskan magang ditempat lain. Kau tenang saja Ken. Aku akan bahagia dan tersenyum untukmu di dunia ini. Sesuai permintaan terakhirmu” sambungku lagi dengan sedikit tersenyum.


                                                                     
                                                                       *The End*
                                              

Hari, Tanggal, Bulan dalam Bahasa Jepang

Mau tau daftar hari, daftar bulan, daftar tanggal dan lainnya dalam bahasa Jepang?? Ini nih ada uraiannya, semoga dapat membantu teman-teman juga ya :) "Selamat Membaca"

Daftar Hari dalam Bahasa Jepang

  • Minggu : Nichiyoobi
  • Senin : Getsuyoobi
  • Selasa : Kayoobi
  • Rabu : Suiyoobi
  • Kamis : Mokuyoobi
  • Jum'at : Kinyoobi
  • Sabtu : Doyoobi
  • Hari apa? : Nan yoobi desu ka
  • Hari ini hari apa? : Kyoo wa nan yoobi desu ka

Daftar Bulan dalam Bahasa Jepang
  • Januari : Ichi-gatsu
  • Febuari : Ni-gatsu
  • Maret : San-gatsu
  • April : Shi=gatsu
  • Mei : Go-gatsu
  • Juni : Roku-gatsu
  • Juli : Shichi-gatsu
  • Agustus : Hachi-gatsu
  • September : Ku-gatsu
  • Oktober : Juu-gatsu
  • Nopember : Juu-ichi-gatsu
  • Desember : Juu-ni-gatsu
  • Bulan apa? : Nan gatsu desu ka

Daftar Tanggal dalam Bahasa Jepang

1 : Tsuitachi
2 : Futsuka
3 : Mikka
4 : Yokka
5 : Itsuka
6 : Muika
7 : Nanoka
8 : Yooka
9 : Kokonoka
10: Tooka
11: Juu-ichi-nichi
12: Juu-ni-nichi
13: Juu-san-nichi
14: Juu-yokka
15: Juu-go-nichi
16: Juu-roku-nichi
17: Juu-shichi-nichi
18: Juu-hachi-nichi
19: Juu-ku-nichi
20: Hatsuka
21: Nii-juu-ichi-nichi
22: Ni-juu-ni-nichi
23: Ni-juu-san-nichi
24: Nii-juu-yokka
25: Ni-juu-go-nichi
26: Nii-juu-roku-nichi
27: Ni-juu-shichi-nichi
28: Ni-juu-hachi-nichi
29: Nii-juu-ku-nichi
30: San-juu-nichi
31: San-juu-ichi-nichi
Tanggal berapa? : Nan-nichi desu ka
Ulang tahun tanggal berapa? : O-tanjoobi wa nan-nichi desu ka

Keterangan Waktu dalam Bahasa Jepang
  • Hari ini : Kyoo
  • Kemarin : Kinoo
  • Lusa : Asatte
  • Kemarin dulu : Otootoi
  • Pagi : Asa
  • Tadi pagi : Kesa
  • Malam : Ban / Yoru
  • Tadi malam : Yuube
  • Malam ini : Konban
  • Besok : Ashita
  • Setiap hari : Mainichi
  • Setiap pagi : Maiasa
  • Setiap malam : Maiban
  • Minggu ini : Konshuu
  • Minggu lalu : Senshuu
  • Minggu depan : Raishuu
  • Bulan ini : Kongetsu
  • Bulan lalu : Sengetsu
  • Bulan depan : Raigetsu
  • Tahun ini : Kotoshi
  • Tahun lalu : Kyonen
  • Tahun depan : Rainen

Menanyakan Hari dalam Bahasa Jepang
  • Hari apa? : Nan yoobi desu ka
  • Hari ini : Kyoo
  • Hari ini hari apa? : Kyoo wa nan yoobi desu ka
  • Besok : Ashita
  • Lusa : Asatte
  • Hari ini hari Senin : Kyoo wa getsuyoobi desu
  • Besok hari Selasa : Ahita wa kayoobi desu
  • Libur hari apa? : Yasumi wa nanyoobi desu ka
  • Hari Sabtu dan Minggu : Doyoobi to nichiyoobi desu

Catatan:

• Partikel "to" digunakan untuk menghubungkan 2 kata dalam kalimat. Apabila diterjemahkan "to" berarti "dan" dalam bahasa Indonesia.

Menanyakan Tanggal dan Bulan dalam Bahasa Jepang
  • Tanggal berapa? : Nan-nichi desu ka
  • Bulan berapa? : Nan-getsu desu ka
  • Tanggal dan bulan berapa? : Nan-nichi, nan-gatsu desu ka
  • Kapan? : Itsu desu ka
  • Ulang tahun kapan? : Tanjoobi wa itsu desu ka
  • Ulang tahun kamu kapan? : Anata no tanjoobi wa itsu desu ka
  • Ulang tahun tanggal 17 : Tanjoobi wa juu-shichi-nichi desu
  • Ulang tahun saya tanggal 17 : Watashi no tanjoobi wa juu-shichi-nichi desu

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Followers